Jumat, 24 Mei 2013

belum tau mbak...

ini bukan matematika...

tak pernah ada hasil pasti. [mungkin] disini sebagian dari mereka percaya adanya kekuatan Sang Pengatur. dan sebagian lagi? ntah..... ini adalah perkara subjektif yang diusahakan untuk menjadi pemikiran mayoritas. tak pernah ada mayor jika tak ada minor. dan pertanyaan selanjutnya adalah....

dimana keadilan berpijak?

di konsep mereka yang bangga akan mayor nya kah? atau pada kitab yang tak pernah bisa dimaknai begitu saja... [mungkin] pada seekor burung yang menjadi legenda. legenda dengan filosofi yang begitu megah. mudah tuk diartikan secara harfiah. namun sayang tak semua dari kita memahaminya dengan nurani. dimana letak kesalahan ini?

[mungkin] pada nurani....

siapa nurani itu? atau apakah nurani itu? mungkin bagaimana nurani itu? adakah diantara kalian yang bisa mendeskripsikannya....

sebelum sebuah jawaban terlontar...

pikirkan pula jawaban atas pertanyaan yang akan membayanginya. analogi sederhananya adalah ada ilusi kebahagiaan yang membayangi kehadiran sebuah harapan. dan akan ada kejujuran yang dipertaruhkan dalam penghabisan ilusi tersebut. ketika kejujuran membuka topengnya, masih beranikah berpijak untuk kembali berharap?

kejujuran itu menyakitkan...

tentu saja! karena disinilah letak semua virus tumbuh dan berkembang. dan ini pula sebenarnya penawar kenyataan. kenyataan dalam secangkir kopi [mungkin] dalam jingga senja. penghantar kegelapan malam yang dingin dan bisu.

kenyataan itu pahit...

iyah jika rasa sadar itu ada. karena kopi itu sesungguhnya menyimpan rasa pahit, namun mereka menyamarkannya melalui segumpal gula. analogi sederhana kenyataan yang tersamar oleh setumpuk alibi.

bagi saya...

"belum tau mbak" itu simple dan apa adanya. namun tak pernah seadanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar