Siapa kita???
Manusia...
Apa yang membedakan
manusia yang satu dengan manusia yang lain???
Kekayaankah?
Jabatankah? Rumahkah? Agamakah?
Itu semua hanyalah
sebuah “pakaian”, sesuatu yang menjadikan kita nampak berbeda, sesuatu yang
membentuk kotak-kotak pemisah, serta menjadikan diri kita subjektif dalam
memandang orang lain.
Bagaimana ketika
“pakaian” itu kita tanggalkan/lepaskan dan kita menjadi telanjang sama seperti
ketika kita pertama kali membuka mata di dunia ini???
Masih berbedakah
kita???
Kita manusia adalah
sama. Sama-sama lahir telanjang, sama-sama lahir dari rahim seorang Ibu,
sama-sama diciptakan oleh Tuan kita, sama-sama menghirup oksigen, dan sama-sama
berakal. Lalu kenapa kita mempunyai kehidupan yang berbeda? Ada yang bernasib
baik dan ada yang bernasib kurang baik? Yang menjadikan semua itu berbeda
adalah kadar dari setiap point kehidupan, ibarat peribahasa “Kehidupan itu seperti roda, terus
berputar!” segala perbuatan yang baik ataupun yang buruk akan selalu
mendapatkan balasan, hubungan sebab-akibat dalam jalur samsara itu berlaku.
“Tidak! Itu semua sudah takdir!” baiklah coba kita telaah kembali setiap
langkah atau setiap proses yang sudah kita lalui, Adakah orang yang menjadi
miliarder hanya dengan duduk-duduk santai di rumah? (Iya, kalau dia mendapatkan
warisan, lalu bagaimana ketika warisannya habis? Pasti miskin kalau dia tidak
mau berusaha!) Adakah orang yang terbebas dari sakit tanpa ada upaya penyembuhan?
(Ada, dan orang itu terbebas untuk selamanya *meninggal dunia*) Takdir itu
adalah sebuah ajaran yang harus kita mengerti dan pahami bukan hanya pada kulit
luarnya saja, tapi juga esensi atau makna di dalamnya. Semua hal yang terjadi
itu memerlukan sebuah proses, dan sekali lagi hukum kausalitas itu ada.
Kembali pada “pakaian”
dan “telanjang”, ketika kita sama-sama telanjang, masih pantaskah kita untuk
sombong? Lalu apa yang kita sombongkan? Kita itu sama, sama tinggi ketika
berdiri dan sama rendah ketika berbaring. “Pakaian” itu hanyalah kulit /
hanyalah pembungkus luar, adanya “pakaian” bukan untuk menjadikan kita saling
membeda-bedakan namun agar kita dapat hidup bermoral.
Kita diciptakan
bukanlah untuk sebuah misi penghancuran alam semesta, tapi untuk kedamaian,
kesejahteraan, keseimbangan alam semesta atau kehidupan ini. Sungguh ironis
ketika adanya “pakaian” yang sebenarnya bertujuan untuk kesejahteraan, namun
malah dijadikan samurai untuk saling melukai. Banyak darah yang tumpah hanya
untuk meneriakkan kata BENAR, sungguh aneh rasanya ketika meneriakkan kata
BENAR dengan cara yang SALAH. Semua merasa paling benar, semua merasa paling
sempurna dan yang lain salah, saling tunjuk tentang kesalahan tanpa pernah mau
bercermin tentang diri sendiri. Padahal ketika kita merasa paling sempurna,
ketika itu pula kita menjadi manusia yang paling subjektif dan buta akan
kebenaran. Banyak sekali fenomena-fenomena di masyarakat yang terjadi karena
persoalan “pakaian”, seperti pertingkaian antar kelompok, pengeboman atau
pembunuhan masal atas nama jihat, dan bahkan berlomba-lomba untuk membuat
“pakaian” baru. Inikah yang dinamakan kesejahteraan? Inikah kita manusia? Dan untuk apa “pakaian” jika tak dipahami
esensi dari “pakaian” itu sendiri? Jika dengan “telanjang” dapat menjadikan
kita bersatu dalam satu langkah, satu visi dan satu misi, yakni untuk
kesejahteraan sesama manusia dan alam semesta, kenapa tidak???
Pada dasarnya semua
“pakaian” itu memiliki tujuan yang sama, untuk menutupi aurat dan menjadikan
manusia menjadi makhluk yang bermoral. Dan
ketika hal ini kita korelasikan dengan agama, semua agama itu bertujuan sama
yakni kesejahteraan, adanya agama itu adalah untuk mengatur dan menjadi panduan
hidup, semua kitab suci mengajarkan kita untuk menyembah Tuhan yang SATU, namun
dengan berbagai sudut pandang dan cara pelaksanaan yang berbeda.