Minggu, 26 Oktober 2014

dahaga ini menenggelamkan!

malam bersenandung gerimis mengusik hangat
sepatah takdir menghakimi pilu
rentang masa yang menghujat
terpuruk hina diantara kemarau
mereka berkata seolah dewa
mereka bertindak seolah bermoral
bising tanpa isi

seragam berdasi namun tak berarti
penguasa haus ambisi

dimana hidup yang berkehidupan?

kaki kecil ini meratapi kenyataan, sederhana yang selalu terhina, kejujuran yang dinistakan. raga diasingkan bagaikan najis jalanan, penuh dosa tanpa ampunan, katanya.
fajar meraung membius letih, penat terlelap di sanubari pagi, bangkit tanpa bingkai, andaipun takdir itu ada, takkan jiwa berserah tanpa langkah.
dan adam, tak lagi mampu hapuskan dahaga. karena rindu telah menjadi telaga kemarau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar